Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
Example floating
Example floating
Example 728x250
Rumpuns Sumsel

Sumsel Jadi Andalan, Lahan Rawa Disulap Jadi Lumbung Pangan Nasional

13
×

Sumsel Jadi Andalan, Lahan Rawa Disulap Jadi Lumbung Pangan Nasional

Sebarkan artikel ini
Sumsel Jadi Andalan, Lahan Rawa Disulap Jadi Lumbung Pangan Nasional
Sumsel Jadi Andalan, Lahan Rawa Disulap Jadi Lumbung Pangan Nasional. Foto: dok. Penrem Gapo
Example 468x60

Palembang, Rumpuns – Sumatera Selatan (Sumsel) mengambil peran penting dalam program ketahanan pangan nasional. Provinsi ini memiliki potensi lahan rawa terbesar di Indonesia yang akan dioptimalkan menjadi sawah produktif. Pemerintah menargetkan optimalisasi 350 ribu hektare lahan rawa di Sumsel dengan target konstruksi 2025-2027. Dana untuk program ini bersumber dari APBN.

Wakil Menteri Pertanian RI, Sudaryono, mengungkapkan bahwa ketahanan pangan menjadi prioritas Presiden RI Prabowo Subianto. “Rakor ini terkait dengan kick-off Optimalisasi Lahan Rawa (Opla) dan Cetak Sawah di Sumsel untuk tahun anggaran 2025,” ujarnya dalam Rapat Koordinasi (Rakor) Peningkatan Swasembada Pangan Kegiatan Opla dan Cetak Sawah 2024-2025 Provinsi Sumsel, Selasa (3/12).

Example 300x600

Target Optimalisasi 106 Ribu Hektare Lahan Rawa dan 150 Ribu Hektare Cetak Sawah

Sudaryono, yang akrab disapa Mas Dar, menjelaskan target optimalisasi lahan rawa di Sumsel mencapai 106 ribu hektare, dan cetak sawah seluas 150 ribu hektare. “Di Sumsel kami targetkan optimalisasi lahan rawa 106 ribu hektare, dan cetak sawah seluas 150 ribu hektare,” tambahnya.

Ia optimistis program ini akan berhasil karena Sumsel memiliki kultur masyarakat agraris yang terbiasa bertani dan ketersediaan air yang memadai. “Kami meyakini dengan kultur masyarakat yang sudah biasa bertani kemudian lahan rawa besar, maka ketersedian air bukan menjadi suatu masalah di Sumsel,” paparnya.

Belajar dari Keberhasilan Program Sebelumnya

Program optimalisasi lahan rawa ini bukanlah hal baru di Sumsel. Program serupa pernah dilaksanakan dan berhasil. “Apalagi program ini sudah pernah dilaksanakan dan berhasil. Maka program ini tinggal melanjutan keberhasilan, memperbaiki apa yang kurang, dan evaluasi yang sebelumnya untuk ditingkatkan. Tahun 2024, program ini 100 persen kontruksinya berhasil,” jelas Mas Dar.

Dengan bekal pengalaman dan keberhasilan sebelumnya, Mas Dar optimistis program ini dapat terlaksana dengan efektif dan efisien. “Maka di tahun 2025, dia optimistis program ini dapat terlaksana dengan efektif dan efisien. Baik untuk opla ataupun cetak sawah. “Kita meyakini Sumsel ke depan akan menjadi lumbung pangan utama di Indonesia,” ucapnya.

Pemanfaatan Lahan yang Optimal untuk Ketahanan Pangan Nasional

Mas Dar menekankan pentingnya pemanfaatan lahan yang optimal untuk memenuhi kebutuhan pangan nasional. “Terpenting lahan itu jangan tidur dan kosong, tapi dapat termanfaatkan,” pintanya.

Kebutuhan pangan nasional tidak hanya terbatas pada beras, tetapi juga jagung, kedelai, dan komoditas pangan lainnya. “Sebab kebutuhan pangan nasional yang besar. Bukan hanya padi, tapi juga jagung, kedelai dan lainnya. Swasembada pangan itu tidak sama dengan swasembada padi, tapi pangan secara keseluruhan,” jelasnya.

Program Gratis dari Pemerintah untuk Petani

Wakil Menteri Pertanian menegaskan bahwa program optimalisasi lahan rawa ini sepenuhnya menggunakan APBN dan gratis untuk petani. “Saya tegaskan juga, semua program ini gratis dari pemerintah untuk petani. Jadi jangan ada lagi oknum yang memanfaatkan situasi atau kondisi. Semisal ada bantuan alat atau apapun, kemudian diberikan ke petani tetapi minta tebusan,” tegas Mas Dar.

Anomali di Sumsel: Surplus Produksi Padi, Beras Jadi Penyebab Inflasi

Mas Dar menyoroti anomali yang terjadi di Sumsel, di mana terjadi surplus produksi padi, namun beras justru menjadi penyebab inflasi. Hal ini terjadi karena harga padi turun saat panen raya. “Hanya saja kondisi anomali Sumsel, swasembadan hasil produksi padi tetapi beras menjadi penyebab inflasi. Ketika panen raya, harga padi turun. “Ini sudah kami koreksi, karena ini bukan hanya terjadi di Sumsel, tetapi juga daerah lain,” sebutnya.

Untuk mengatasi hal ini, pemerintah akan mengalihkan fungsi Bulog sebagai logistik dan penyeimbang harga. “Ke depan, sambung Mas Dar, Bulog akan dialihkan sebagai logistik dan penyeimbang harga. Bukan sebagai perusahaan. “Maka berfungsi untuk menyerap gabah petani, tanpa ada syarat harus seperti ini dan itu,” pungkasnya.

Potensi Cetak Sawah di 7 Kabupaten/Kota di Sumsel

Plt Dirjen Lahan dan Irigasi Kementerian Pertanian, Husnain, menjelaskan potensi cadangan cetak sawah di Sumsel tahun 2026-2027 seluas 409.977 hektare. Potensi ini tersebar di seluruh kabupaten/kota di Sumsel.

“Dengan potensi cetak sawah di 7 kabupaten/kota, yang sudah clear and clean lahannya. Yakni, Kabupaten OKI, Ogan Ilir (OI), Banyuasin, Musi Banyuasin (Muba), Muara Enim, OKU Timur, dan Penukal Abab Lematang Ilir (PALI),” papar Husnain.

Untuk tahun 2025, cetak sawah seluas 150 ribu hektare akan dilakukan di 5 kabupaten, yaitu OKI, Ogan Ilir, Muba, OKU Timur, dan PALI.

Optimalisasi Lahan Rawa untuk Atasi Karhutla dan Tingkatkan Produktivitas

Penjabat Gubernur Sumsel, Elen Setiadi, menyampaikan bahwa potensi lahan rawa Sumsel sangat besar, namun belum dimanfaatkan secara optimal oleh petani. “Makanya untuk mengarap lahan rawa ini, kalau tidak dibantu pemerintah agak sulit,” jelasnya.

Optimalisasi lahan rawa tidak hanya akan meningkatkan produksi padi, tetapi juga mengatasi permasalahan kebakaran hutan dan lahan (karhutla) yang sering terjadi saat musim kemarau.

Hilirisasi Produksi Padi di Sumsel

Elen Setiadi juga menyoroti pentingnya hilirisasi produksi padi di Sumsel. Selama ini, padi yang dihasilkan di Sumsel justru dihilirisasi di provinsi lain. “Ini karena hasil produksi padi Sumsel tidak dihilirisasi di sini, sehingga membuat sumber inflasi beras. Padi yang dihasilkan malah dihilirisasi di provinsi lain, kemudian berasnya dibeli Bulog untuk kemudian dipasarkan kembali di Sumsel,” bebernya.

Untuk itu, perlu dilakukan langkah end to end dalam proses produksi dan hilirisasi padi di Sumsel. “Oleh karena itu, menurutnya perlu langkah atau solusi end to end yang dilakukan di Sumsel. “Biar produksi padi yang tinggi, dampaknya dapat terasa secara maksimal di sini (produksi padi dan proses hilirisasinya dilakukan semua di Sumsel),” pungkasnya.

Peninjauan Lapangan ke Lokasi Cetak Sawah di Ogan Ilir

Setelah rakor, Wamentan Sudaryono dan rombongan meninjau langsung lahan rawa yang akan menjadi lokasi cetak sawah di Desa Arisan Jaya, Kecamatan Pemulutan Barat, dan Desa Simpang Pelabuhan Dalam, Kecamatan Pemulutan, Kabupaten Ogan Ilir (OI).

Dalam peninjauan tersebut, Mas Dar menyampaikan optimismenya terhadap program opla dan cetak sawah di Sumsel. “Potensi Sumsel sudah saya dengar, sejak saya jadi aspri (asisten pribadi) Pak Prabowo. Bagaimana punya sekian juta lahan rawa yang potensinya besar sekali. Kita punya visi, misi, rencana menjadi program, tapi eksekusinya kurang. Presiden kita saat ini ingin satset dan pastikan programnya maju dan berjalan,” ungkapnya.

Ia juga menargetkan Sumsel untuk menjadi juara dalam lomba opla dan cetak sawah yang diikuti 12 provinsi se-Indonesia. “Program opla dan cetak sawah ini juga akan dilombakan bersama 12 provinsi se-Indonesia. “Saya kedapatan tugas salah satu wilayahnya di Sumsel. Hanya ada satu kata, Sumsel harus juara. Nanti 106 ribu hektare opla, dan 150 ribu hektare cetak sawah baru, harus jadi semua,” tantangnya.

Dukungan dari Pemerintah Kabupaten Ogan Ilir

Wakil Bupati Ogan Ilir, Ardani, menyampaikan bahwa Kabupaten OI menjadi wilayah dengan target opla dan cetak sawah terbesar kedua di Sumsel setelah Kabupaten OKI. “Masyarakat Ogan Ilir lebih dari 53 persen bekerja di sektor pertanian. Melalui program opla dan cetak sawah ini, diharapkan dapat bermanfaat dalam menaikkan perekonomian masyarakat,” harapnya.

Program ini juga diharapkan dapat mengatasi permasalahan kebakaran lahan yang sering terjadi di lahan rawa saat musim kemarau. “Insyaallah dengan program ini muncul, dampaknya bagi perekonomian masyarakat Ogan Ilir. Serta beban pemerintah daerah dapat berkurang,” ucap Ardani.

Estimasi Biaya dan Target Produksi Cetak Sawah di Ogan Ilir

Kepala Dinas Pertanian OI, Abi Bakrin Sidik, menambahkan estimasi biaya cetak sawah antara Rp20-25 juta per hektare. “Melalui program ini, targetnya akan ada sekitar 26 ribu lahan cetak sawah baru di Ogan Ilir,” jelasnya.

Program cetak sawah ini diperkirakan akan dimulai pada tahun depan, dengan target panen minimal dua kali setahun dan menghasilkan produksi 4-6 ton beras per hektare. “Program cetak sawah ini diperkirakan akan dimulai pada tahun depan. Sehingga diharapkan dapat panen minimal setahun 2 kali. Serta menghasilkan produksi 4-6 ton beras per hektare,” ulasnya.

Kolaborasi dengan TNI/Polri untuk Pemantauan Program

Kementerian Pertanian akan membantu petani dalam mencetak lahan sawah, menyediakan bibit dan pupuk hingga panen. Untuk memastikan program berjalan optimal, pemerintah juga bekerja sama dengan TNI/Polri dalam pemantauan program.

Program optimalisasi lahan rawa dan cetak sawah di Sumsel merupakan langkah strategis untuk meningkatkan produksi pangan nasional dan mencapai swasembada pangan. Dengan potensi lahan rawa yang besar dan dukungan penuh dari pemerintah, Sumsel diharapkan dapat menjadi lumbung pangan utama di Indonesia. Keberhasilan program ini akan berdampak positif bagi perekonomian daerah, kesejahteraan petani, dan ketahanan pangan nasional. (dhi)

Example 300250
Example 120x600

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *