Rumpuns Palembang

Kemenangan Petani di PTUN Palembang, Tonggak Sejarah Penegakan Hukum Adat atas Tanah

67
Kemenangan Petani di PTUN Palembang, Tonggak Sejarah Penegakan Hukum Adat atas Tanah
Kemenangan Petani di PTUN Palembang, Tonggak Sejarah Penegakan Hukum Adat atas Tanah

Palembang, RUMPUNS – Sebuah putusan bersejarah telah diukir oleh Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Palembang pada Senin, 5 Agustus 2024. Dalam kasus yang menarik perhatian publik, seorang petani bernama M. Toyib berhasil memenangkan gugatannya melawan Camat Kota Kayu Agung dan Lurah Jua-jua. Gugatan ini terkait pembatalan Surat Pengakuan Hak Atas Tanah (SPHAT) yang dinilai merugikan M. Toyib.

Perjuangan Panjang Seorang Petani

M. Toyib merasa tanah yang telah dikuasai, dijaga, dan dirawatnya selama puluhan tahun tiba-tiba “diambil” pihak lain melalui penerbitan SPHAT. Merasa haknya dirampas, M. Toyib, dengan didampingi tim kuasa hukum dari Firma Hukum MZY LAW FIRM yang dipimpin oleh Advokat Muhammad Zulkifli Yassin, mengajukan gugatan ke PTUN Palembang.

Tantangan Hukum yang Berat

Febi Irianto, salah satu anggota tim kuasa hukum M. Toyib, mengungkapkan bahwa kasus ini penuh tantangan.

“Secara hukum positif, kepemilikan tanah harus dibuktikan dengan surat kepemilikan. Klien kami tidak memiliki surat tersebut, sementara Camat dan Lurah telah menerbitkan SPHAT atas nama orang lain,” jelasnya.

Kunci Kemenangan: Keterangan Ahli dan Hukum Adat

Kunci kemenangan M. Toyib terletak pada keterangan ahli yang dihadirkan di persidangan, Kurnia Saleh, seorang ahli hukum tata negara.

Kurnia Saleh menegaskan bahwa SPHAT yang diterbitkan oleh Camat adalah produk tata usaha negara yang bisa dibatalkan jika tidak sesuai dengan Asas-asas Umum Pemerintahan yang Baik (AUPB), prosedur, dan peraturan perundang-undangan.

Lebih jauh lagi, Kurnia Saleh menggugat cara pandang konvensional mengenai kepemilikan tanah yang hanya bergantung pada bukti tertulis. Ia menekankan bahwa UU Agraria, sebagai produk para pendiri bangsa, juga mengakui keberadaan hukum adat dalam urusan pertanahan.

“Jika kita hanya mengakui kepemilikan tanah berdasarkan surat atau sertifikat, kita tidak berbeda dengan sistem kolonial. Padahal, UU Agraria memberikan ruang bagi hukum adat,” ujar Kurnia yang juga dikenal sebagai ahli termuda di Mahkamah Konstitusi.

Putusan PTUN Palembang: Menegakkan Keadilan

Majelis Hakim PTUN Palembang, yang terdiri dari Hakim Ketua Daily Yusmini, Hakim Anggota Bernelya Novelin Nainggolan, dan Hakim Anggota Andini, akhirnya mengabulkan gugatan M. Toyib secara keseluruhan. Putusan ini tidak hanya membatalkan SPHAT yang merugikan M. Toyib, tetapi juga memerintahkan pemerintah untuk mencabut seluruh surat terkait yang telah diterbitkan.

Momentum Penguatan Hukum Pertanahan Nasional

Ketua Tim Kuasa Hukum Penggugat, Muhammad Zulkifli Yassin, menyambut baik putusan ini. Ia melihatnya sebagai momentum penguatan hukum pertanahan nasional, terutama bagi tanah-tanah adat yang belum memiliki surat resmi.

“Putusan ini memberikan rasa keadilan bagi masyarakat kecil seperti M. Toyib. Hakim PTUN Palembang telah memutuskan berdasarkan fakta-fakta hukum yang terungkap di persidangan dan berlandaskan pada peraturan perundang-undangan yang berlaku,” tutup Muhammad Zulkifli Yassin yang juga merupakan Ketua DPC Peradi Kayu Agung.

Kemenangan M. Toyib di PTUN Palembang adalah sebuah kemenangan bagi masyarakat adat dan petani yang selama ini berjuang untuk mendapatkan pengakuan atas hak mereka atas tanah. Putusan ini juga menjadi pengingat bagi pemerintah untuk lebih memperhatikan aspek hukum adat dalam urusan pertanahan dan tidak hanya bergantung pada bukti kepemilikan tertulis. (dhi)

Exit mobile version